Membangun
bisnis dari titik terbawah mungkin dirasa sulit untuk sebagian orang.
Namun, bagi seorang Andianto Setiabudi, kesulitan tersebut diubah
menjadi kesuksesan di bisnis yang digelutinya. Perjalanan hidup dan
bisnisnya memang tak terlepas dari mukjizat dan pertolongan Tuhan yang
selalu menyertai setiap langkah yang diambil pria keturunan Tionghoa
ini. Salah satu pertolongan
Tuhan terjadi ketika krisis moneter yang disertai dengan sentimen
negatif terhadap warga keturunan Tionghoa. Lalu bagaimana perjalanan
hidup dan bisnis ayah dua anak ini?
Cuaca
di kota Bandung terasa panas. Matahari menampakkan tubuhnya di antara
iring-iringan awan tepat di langit yang berwarna kebiruan. Tak berbeda
dengan ibukota Jakarta, lalu lintas di Bandung juga diwarnai dengan
kemacetan kendaraan yang memenuhi jalan-jalan utama di kota kembang
tersebut. Salah satu jalan yang kerap diisi dengan kemacetan adalah
Jalan Cipaganti. Mendengar kata Cipaganti, mungkin sudah tak asing lagi
bagi sebagian orang yang kerap bepergian dengan sebuah perusahaan travel
dengan nama yang sama. Nama perusahaan Cipaganti sendiri memang sengaja
diambil dari nama jalan yang ada di Bandung itu.
Ternyata
mukjizat atau pun pertolongan Tuhan tak selamanya terjadi pada
seseorang dalam bentuk penyakit atau musibah kecelakaan yang maha besar.
Namun, pertolongan Tuhan juga dapat terjadi ketika seseorang memulai
perjalanan hidup atau langkah dalam bisnis yang digelutinya. Hal itulah
yang sempat dialami oleh Andianto Setiabudi, pemilik sekaligus pendiri
perusahaan bernama Cipaganti Group. Jatuh bangun dalam merintis bisnis
sudah pernah mewarnai kesuksesan bisnisnya hingga sekarang. Saat berada
di titik nadir itulah, Andi (panggilan akrabnya, red)
merasakan adanya tangan-tangan Tuhan yang meraih tubuh Andi agar tidak
terjerembab dalam lubang kegagalan untuk kesekian kalinya.
Berawal dari Makanan Ringan. Sosok
Andianto Setiabudi mungkin belum banyak dikenal oleh masyarakat awam.
Tapi bila mendengar perusahaan bernama Cipaganti, maka sebagian orang
pasti akan menyebut jasa rental mobil dan travel sebagai bidang yang
digelutinya. Ya, Cipaganti Group memang lebih banyak dikenal sebagai
perusahaan yang menyewakan mobil dan menyediakan jasa travel bagi ribuan
pelanggan di beberapa daerah. Kesuksesan perusahaan Cipaganti tersebut
tak terlepas dari tangan dingin Andi dalam meramu strategi perusahaan
untuk menjadi yang terdepan pada segmen pasar yang dituju.
Andianto
Setiabudi sendiri merupakan pria asli Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Ia adalah anak bungsu dari empat bersaudara, pasangan Rahmat Setiabudi
dan Sri Mamuri Setiabudi. Andi lahir dan dibesarkan di kota Banjarmasin.
Kedua orang tuanya memiliki bisnis kecil-kecilan untuk menghidupi
keempat anaknya. Kedua orang tuanya mendidik Andi dan ketiga kakaknya
dengan memberikan kebebasan. Tak hanya itu saja, didikan agama juga
kerap ditularkan dari kedua orang tuanya itu selain pendidikan agama
yang diajarkan di sekolah dan gereja. “Orang tua saya pembuat makanan
ringan di Banjarmasin,” kenang Andi. Selain orang tua Andi, ternyata di
Banjarmasin juga terdapat banyak bisnis makanan ringan yang saling
bersaing untuk mendapatkan keuntungan. Akibatnya, keuntungan yang diraih
kedua orang tuanya tersebut mengalami penurunan dari waktu ke waktu.
Alhasil, mereka pun mempertimbangkan untuk pindah ke kota yang
berpotensi dalam membuka bisnis makanan ringan.
Kota
Bandung kemudian dipilih sebagai tempat tumpuan terakhir bagi keluarga
Andi dalam mencari penghidupan. Ketika Andi duduk di bangku kelas 6 SD,
ia beserta dengan anggota keluarga lainnya kemudian pindah ke kota
Kembang dan mulai merangkai
kembali kehidupan setelah mengalami kejatuhan di Banjarmasin. Dengan
bermodalkan kemampuan memproduksi makanan ringan, kedua orang tua Andi
lantas memulai usahanya. Di Bandung, Andi kembali melanjutkan pendidikan
dasarnya di SD Agustinus. Setelah menamatkan pendidikan dasarnya, Andi
kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Alosius dan SMA Alosius. Ia lulus
dari SMA pada tahun 1981.
Andi
tak selalu menghabiskan masa remajanya dengan kebahagiaan. Sebaliknya,
ia justru harus membantu orang tua untuk menjual berbagai makanan ringan
yang dibuat sendiri oleh kedua orang tuanya. “Setiap berangkat sekolah,
saya selalu membawa banyak makanan ringan untuk dijual,” tutur Andi
sembari mengenang masa remajanya tersebut. Terkadang, makanan yang
dibawa untuk dijualnya menjadi basi dan tidak dapat dijual. Pada saat
itulah ia bersama kedua orang tuanya mengalami kerugian. Kala itu,
kondisi keuangan keluarga memang sedang tidak bagus. Akibatnya, Andi
terkadang harus menanggalkan keinginannya untuk menikmati masa remaja
hanya karena ketiadaan uang. Akan tetapi, hal tersebut tak membuat hati
Andi menciut dan menunduk malu terhadap nasib yang mendera hidupnya. Ia
justru semakin mengibarkan bendera semangatnya untuk membantu usaha
kedua orang tua agar kehidupan terus berjalan seiring berputarnya jarum
jam.
Jual Beli Mobil. Dengan
melihat aksi dari sang ayah ketika menggulirkan roda bisnis makanan
ringannya, lambat laun Andi mengambil pelajaran berharga tentang
strategi dalam memegang suatu usaha meskipun kala itu usahanya masih
terbilang cukup kecil. Harapan keluarga Andi saat kali pertama
menjejakkan kaki di kota yang berjuluk Paris Van Java itu ternyata tidak
langsung terwujud setelah membuka usaha. Pasalnya, cukup banyak para
pesaing yang kemudian menjual berbagai makanan
ringan yang diproduksi dengan menggunakan teknologi canggih. “Waktu
itu, kita susah bersaing dengan makanan ringan yang dibuat dengan
peralatan canggih,” aku Andi. “Apalagi waktu Khong Guan masuk tuh,” lanjutnya singkat.
Akibatnya
kehidupan Andi sekeluarga mengalami pasang surut. Keterbatasan dalam
ekonomi membuat roda kehidupan Andi dan keluarga tertatih-tatih menatap
masa depan. Kendati demikian, bisnis makanan ringan tersebut mampu
berjalan demi untuk menghidupi keluarga dan mengalami perkembangan
meskipun perlahan-lahan. Beberapa mobil tua akhirnya mampu dibeli dari
sisa keuntungan kecil yang diperoleh dari usaha makanan ringan tersebut.
“Mobil tua itu digunakan untuk mengirim makanan ke pasar-pasar,” aku
Andi yang sempat mendapatkan penghargaan sebagai wirausahawan terbaik
dari beberapa instansi ini. Saat memegang kendali bisnis makanan ringan
yang diturunkan dari kedua orang tua, tak diduga Andi melihat sebuah
peluang baru yang mampu memberikan keuntungan. Kala itu, berkat kerja
kerasnya untuk menabung dari sisa keuntungan bisnis makanan ringan, Andi
berhasil membeli beberapa unit mobil baru. Sedangkan mobil tua yang
biasa dipakai, diputuskan untuk dijual kepada orang yang memang berminat
untuk membelinya. “Jadi, dulu itu saya mulai jual beli mobil, walaupun
mobilnya mobil boks yang sudah tua,” tutur Andi sembari tertawa lebar.
Hampir Bangkrut. Berawal
dari ketidaksengajaan itulah, Andi mulai berpikir untuk beralih usaha
ke jual beli mobil. “Waktu itu lumayan juga keuntungannya, lebih besar
daripada jualan makanan ringan,” aku Andi sambil tersenyum. Menekuni
bisnis jual beli mobil sembari berjualan makanan ringan bermerek Cap
Panda dan Dua Udang itu terjadi pada tahun 1984. Dua tahun kemudian,
Andi pun memutuskan untuk
beralih total ke bisnis jual beli mobil dan meninggalkan bisnis makanan
ringan warisan kedua orang tuanya. Awalnya, Andi hanya menjual sekitar 5
atau 6 unit mobil bekas saja. “Itu pun mobil tua seperti Mitsubishi
Colt, Jeep, dan teman-temannya,” aku Andi. Ia mengambil nama jalan
tempat showroom sederhana miliknya sebagai nama usahanya tersebut, yakni Cipaganti Motor.
Saat
memutuskan untuk beralih usaha ke jual beli mobil bekas, Andi memang
mengaku bahwa telah diberikan petunjuk dari Tuhan meski tidak secara gamblang
petunjuk tersebut dapat terlihat. Petunjuk itu diakuinya dalam bentuk
peluang yang harus segera diambil agar mampu meraup untung dan
kesuksesan. Baginya, peluang itulah yang merupakan jalan petunjuk Tuhan.
Terbukti, ketika Andi kembali berada di titik nadir pada tahun 1991,
dimana muncul sebuah kebijakan pemerintah yang menimbulkan suku bunga
menjadi tinggi. Akibatnya, harga mobil bekas menjadi lebih cepat turun.
Alhasil, showroom-nya
hampir tak pernah dikunjungi oleh konsumen. Bahkan tingkat penjualan
pun semakin turun drastis. Pada saat itulah, Andi merasakan ada
bimbingan Tuhan dalam dirinya yang membuat ia melihat peluang untuk
menyewakan puluhan unit mobil yang dimilikinya. Bahkan beberapa bangunan
showroom-nya
yang belum selesai didirikan, justru diubah menjadi bangunan hotel yang
kala itu dianggapnya memiliki peluang bisnis yang cukup baik. Alhasil,
Andi pun terjun di dunia bisnis perhotelan.
Kesuksesannya
kemudian berlanjut pada tahun 1994, ketika Andi kemudian bekerjasama
dengan salah satu rekannya untuk mendirikan perumahan. “Perumahan
sederhana yang harganya terjangkau,” ujar Andi singkat. Berkat
pertolongan Tuhan pula, perumahan tahap pertama di daerah Ciwastra,
Bandung tersebut pun meraup untung dan sukses. Alhasil, ia kembali
mendirikan perumahan serupa di sekitar daerah Buah Batu, Bandung. Sejak
saat itu, Andi secara resmi mendirikan perusahaan bernama PT Cipaganti
Citra Graha. Tak puas dengan bisnis rental mobilnya, Andi kembali
melihat peluang dengan menyewakan alat-alat berat bagi
perusahaan-perusahaan besar di Bandung.
Krisis dan Kerusuhan. Cobaan
kembali mendera kehidupan Andi tatkala krisis moneter melanda tanah
air. Bisnis Andi hampir bangkrut karena krisis ekonomi yang
berkepanjangan. Puluhan unit mobil yang dimilikinya menyusut sekitar
30-40 %. Hal itu berakibat dengan kondisi perusahaan yang masih labil.
Tak pelak, beberapa cabang miliknya harus ditutup dan puluhan
karyawannya terpaksa dirumahkan. Kala itu, Andi merasakan cobaan yang
cukup dahsyat. Ia merasa seakan-akan dunia ini mulai runtuh karena
kehidupannya tergoncang hebat gara-gara krisis ekonomi yang berkepanjangan. Terlebih lagi pada waktu krisis itu timbul sentimen negatif terhadap
kaum Tionghoa. Andi pun merasakan ketakutan yang sangat besar. Tak
berbeda jauh dengan kondisi kerusuhan di Jakarta pada tahun 1998, di
Bandung suasana juga cukup mencekam. “Sangat mencekam saat saya melewati
jalan tol di Bandung, semua lampu dimatikan,” ujarnya sembari
mengenang.
Banyaknya
aksi penolakan dan penghancuran terhadap bisnis-bisnis orang Tionghoa
memang sempat menimbulkan rasa takut bagi kaum Tionghoa di Indonesia.
Akibatnya, banyak WNI keturunan Tionghoa yang mengungsi ke luar negeri
untuk menghindari kondisi dalam negeri yang tidak kondusif. Berbeda
halnya dengan Andi, ia justru merasa sebagai orang Indonesia dan
berusaha bertahan di kota kembang, Bandung. Ia juga menunjukkan kepada
masyarakat sekitar bahwa dirinya adalah warga Indonesia, sama seperti
masyarakat pada umumnya. “Saya lahir, hidup, dan menjalankan usaha di
Indonesia,” ujarnya tegas. Sehingga kejadian penghancuran terhadap
usahanya tidak terjadi. Namun usahanya justru hancur karena naiknya
harga semua produk termasuk barang sparepart mobil yang berakibat buruk bagi usahanya.
Di saat itu pulalah, pertolongan Tuhan kembali menyentuh kehidupan
Andi. Ia lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dengan memanjatkan doa dan
kerap berkunjung ke gereja.
Selang
setahun setelah terjadinya kerusuhan, Andi kembali membangun
puing-puing kehancuran bisnisnya sembari berharap bisnisnya menjadi
lebih berkembang di kemudian hari. Doanya pun segera terkabul. “Krisis
membuat kita kebal dan kuat untuk berkreativitas dalam menghadapi
ketidakpastian,” tutur Andi. Berkat tangan dinginnya dan disertai dengan
pertolongan Tuhan, kini bisnisnya berkembang pesat. Cipaganti saat ini
memiliki empat divisi yakni transportasi, alat berat, perumahan, dan
pertambangan batubara, serta 40 cabang yang tersebar di pulau Jawa,
Sumatera, dan Kalimantan.
Meski
telah sukses dengan bisnisnya, Andi tak pernah melupakan perannya
sebagai seorang suami dari Julianda Setiawan (38) dan ayah dari dua
anaknya, Grace (11) dan Winston (6). Dalam hal mendidik anak, Andi lebih
banyak meniru didikan kedua orang tua kepada dirinya, yakni dengan
memberikan kebebasan. “Saya lebih membebaskan kedua anak saya untuk
berkreativitas,” ujar Andi. Ia berharap bisnisnya kelak dapat diteruskan
oleh kedua anaknya. “Tapi saya lebih memilih untuk menyerahkan bisnis
ini ke tangan profesional,” ujar Andi dengan suara yang lantang. Fajar
Side Bar 1...
Berusaha Selalu Ikhlas dalam Menghadapi Cobaan
Segala
macam tantangan dalam hidup, dianggap Andi sebagai rentetan cobaan.
Kendati begitu, ia meyakini bahwa akan selalu ada solusi terhadap setiap
cobaan yang menghadang. Tak hanya itu saja, Andi juga percaya bahwa ada
tangan-tangan Tuhan yang akan selalu ikut campur dalam jejak langkah
hidupnya. Tidak terkecuali dalam
perjalanan bisnisnya. Menurut Andi, bisnisnya berjalan dan mampu
merengkuh kesuksesan karena ada pertolongan Tuhan. “Saya yakin
pertolongan Tuhan itu memang betul ada,” ungkap Andi dengan tegas. “Saya
berusaha selalu ikhlas dalam menjalani hidup dan bisnis,” lanjutnya.
Dalam
setiap tantangan atau pun cobaan, Andi percaya bahwa akan timbul sebuah
peluang baru yang memberikan kesempatan untuk berkembang. “Saya sih
jalani apa yang telah diberikan Tuhan,” ujar pria yang memiliki hobi
membaca ini. Setiap ada masalah, solusi pastilah ada asalkan setiap
manusia itu berusaha untuk menemukan solusi tersebut. Dengan begitu,
masalah atau cobaan akan dapat terselesaikan dengan baik. Selain itu, ia
juga tak pernah menyesali dengan keadaan dan kesulitan yang hinggap
dalam hidupnya. Baginya, semua kesulitan itu dijadikan sebagai motivasi
agar mampu berkembang di masa mendatang.
Cobaan
yang hinggap pada krisis moneter sehingga menggerogoti bisnisnya sampai
Andi berada di titik nadir, dijadikannya sebagai pemicu awal yang
membuat ia berkembang dengan pesat. Bahkan di saat Andi masih
kanak-kanak dan harus membantu usaha orang tua pun dianggapnya sebagai
cobaan. “Kesulitan apa pun yang terjadi dalam hidup saya adalah cobaan,”
ujar Andi. Pada saat itulah, tiba waktunya bagi Andi untuk mengadu
kepada Sang Pencipta. Hal yang sama juga dilakukan oleh kedua orang
tuanya saat jatuh dalam membangun bisnis keluarga. “Makanya saya kagum
dengan kedua orang tua saya,” aku Andi. Namun, menurutnya, setiap tahap
dalam hidupnya merupakan ujian yang selalu meningkat kadarnya ketika ia
merangsek naik dan mencapai kesuksesan.
“Kita semua tuh punya road map
masing-masing,” ujar Andi sembari berfilosofi. “Tinggal bagaimana kita
menjalaninya saja,” lanjutnya singkat. Mampu merintis usaha sedari awal
dan menghadapi berbagai macam cobaan sehingga meraih kesuksesan sudah
dianggapnya sebagai sebuah mukjizat yang diberikan Tuhan kepada dirinya.
“Cobaan itu adalah bagian dari hidup,” ujar Andi sambil menutup
pembicaraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar