Cari Blog Ini

Selasa, 15 Maret 2016

Andianto Setiabudi, Pemilik Cipaganti Group

Mendapatkan Pertolongan Tuhan Saat Didera Krisis Moneter dan Sentimen Anti Tionghoa Tahun 1998
Membangun bisnis dari titik terbawah mungkin dirasa sulit untuk sebagian orang. Namun, bagi seorang Andianto Setiabudi, kesulitan tersebut diubah menjadi kesuksesan di bisnis yang digelutinya. Perjalanan hidup dan bisnisnya memang tak terlepas dari mukjizat dan pertolongan Tuhan yang selalu menyertai setiap langkah yang diambil pria keturunan Tionghoa ini. Salah satu pertolongan Tuhan terjadi ketika krisis moneter yang disertai dengan sentimen negatif terhadap warga keturunan Tionghoa. Lalu bagaimana perjalanan hidup dan bisnis ayah dua anak ini?

Cuaca di kota Bandung terasa panas. Matahari menampakkan tubuhnya di antara iring-iringan awan tepat di langit yang berwarna kebiruan. Tak berbeda dengan ibukota Jakarta, lalu lintas di Bandung juga diwarnai dengan kemacetan kendaraan yang memenuhi jalan-jalan utama di kota kembang tersebut. Salah satu jalan yang kerap diisi dengan kemacetan adalah Jalan Cipaganti. Mendengar kata Cipaganti, mungkin sudah tak asing lagi bagi sebagian orang yang kerap bepergian dengan sebuah perusahaan travel dengan nama yang sama. Nama perusahaan Cipaganti sendiri memang sengaja diambil dari nama jalan yang ada di Bandung itu.
Ternyata mukjizat atau pun pertolongan Tuhan tak selamanya terjadi pada seseorang dalam bentuk penyakit atau musibah kecelakaan yang maha besar. Namun, pertolongan Tuhan juga dapat terjadi ketika seseorang memulai perjalanan hidup atau langkah dalam bisnis yang digelutinya. Hal itulah yang sempat dialami oleh Andianto Setiabudi, pemilik sekaligus pendiri perusahaan bernama Cipaganti Group. Jatuh bangun dalam merintis bisnis sudah pernah mewarnai kesuksesan bisnisnya hingga sekarang. Saat berada di titik nadir itulah, Andi (panggilan akrabnya, red) merasakan adanya tangan-tangan Tuhan yang meraih tubuh Andi agar tidak terjerembab dalam lubang kegagalan untuk kesekian kalinya.
Berawal dari Makanan Ringan. Sosok Andianto Setiabudi mungkin belum banyak dikenal oleh masyarakat awam. Tapi bila mendengar perusahaan bernama Cipaganti, maka sebagian orang pasti akan menyebut jasa rental mobil dan travel sebagai bidang yang digelutinya. Ya, Cipaganti Group memang lebih banyak dikenal sebagai perusahaan yang menyewakan mobil dan menyediakan jasa travel bagi ribuan pelanggan di beberapa daerah. Kesuksesan perusahaan Cipaganti tersebut tak terlepas dari tangan dingin Andi dalam meramu strategi perusahaan untuk menjadi yang terdepan pada segmen pasar yang dituju.
Andianto Setiabudi sendiri merupakan pria asli Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Ia adalah anak bungsu dari empat bersaudara, pasangan Rahmat Setiabudi dan Sri Mamuri Setiabudi. Andi lahir dan dibesarkan di kota Banjarmasin. Kedua orang tuanya memiliki bisnis kecil-kecilan untuk menghidupi keempat anaknya. Kedua orang tuanya mendidik Andi dan ketiga kakaknya dengan memberikan kebebasan. Tak hanya itu saja, didikan agama juga kerap ditularkan dari kedua orang tuanya itu selain pendidikan agama yang diajarkan di sekolah dan gereja. “Orang tua saya pembuat makanan ringan di Banjarmasin,” kenang Andi. Selain orang tua Andi, ternyata di Banjarmasin juga terdapat banyak bisnis makanan ringan yang saling bersaing untuk mendapatkan keuntungan. Akibatnya, keuntungan yang diraih kedua orang tuanya tersebut mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Alhasil, mereka pun mempertimbangkan untuk pindah ke kota yang berpotensi dalam membuka bisnis makanan ringan.
Kota Bandung kemudian dipilih sebagai tempat tumpuan terakhir bagi keluarga Andi dalam mencari penghidupan. Ketika Andi duduk di bangku kelas 6 SD, ia beserta dengan anggota keluarga lainnya kemudian pindah ke kota Kembang dan mulai merangkai kembali kehidupan setelah mengalami kejatuhan di Banjarmasin. Dengan bermodalkan kemampuan memproduksi makanan ringan, kedua orang tua Andi lantas memulai usahanya. Di Bandung, Andi kembali melanjutkan pendidikan dasarnya di SD Agustinus. Setelah menamatkan pendidikan dasarnya, Andi kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Alosius dan SMA Alosius. Ia lulus dari SMA pada tahun 1981.
Andi tak selalu menghabiskan masa remajanya dengan kebahagiaan. Sebaliknya, ia justru harus membantu orang tua untuk menjual berbagai makanan ringan yang dibuat sendiri oleh kedua orang tuanya. “Setiap berangkat sekolah, saya selalu membawa banyak makanan ringan untuk dijual,” tutur Andi sembari mengenang masa remajanya tersebut. Terkadang, makanan yang dibawa untuk dijualnya menjadi basi dan tidak dapat dijual. Pada saat itulah ia bersama kedua orang tuanya mengalami kerugian. Kala itu, kondisi keuangan keluarga memang sedang tidak bagus. Akibatnya, Andi terkadang harus menanggalkan keinginannya untuk menikmati masa remaja hanya karena ketiadaan uang. Akan tetapi, hal tersebut tak membuat hati Andi menciut dan menunduk malu terhadap nasib yang mendera hidupnya. Ia justru semakin mengibarkan bendera semangatnya untuk membantu usaha kedua orang tua agar kehidupan terus berjalan seiring berputarnya jarum jam.
Jual Beli Mobil. Dengan melihat aksi dari sang ayah ketika menggulirkan roda bisnis makanan ringannya, lambat laun Andi mengambil pelajaran berharga tentang strategi dalam memegang suatu usaha meskipun kala itu usahanya masih terbilang cukup kecil. Harapan keluarga Andi saat kali pertama menjejakkan kaki di kota yang berjuluk Paris Van Java itu ternyata tidak langsung terwujud setelah membuka usaha. Pasalnya, cukup banyak para pesaing yang kemudian menjual berbagai makanan ringan yang diproduksi dengan menggunakan teknologi canggih. “Waktu itu, kita susah bersaing dengan makanan ringan yang dibuat dengan peralatan canggih,” aku Andi. “Apalagi waktu Khong Guan masuk tuh,” lanjutnya singkat.
Akibatnya kehidupan Andi sekeluarga mengalami pasang surut. Keterbatasan dalam ekonomi membuat roda kehidupan Andi dan keluarga tertatih-tatih menatap masa depan. Kendati demikian, bisnis makanan ringan tersebut mampu berjalan demi untuk menghidupi keluarga dan mengalami perkembangan meskipun perlahan-lahan. Beberapa mobil tua akhirnya mampu dibeli dari sisa keuntungan kecil yang diperoleh dari usaha makanan ringan tersebut. “Mobil tua itu digunakan untuk mengirim makanan ke pasar-pasar,” aku Andi yang sempat mendapatkan penghargaan sebagai wirausahawan terbaik dari beberapa instansi ini. Saat memegang kendali bisnis makanan ringan yang diturunkan dari kedua orang tua, tak diduga Andi melihat sebuah peluang baru yang mampu memberikan keuntungan. Kala itu, berkat kerja kerasnya untuk menabung dari sisa keuntungan bisnis makanan ringan, Andi berhasil membeli beberapa unit mobil baru. Sedangkan mobil tua yang biasa dipakai, diputuskan untuk dijual kepada orang yang memang berminat untuk membelinya. “Jadi, dulu itu saya mulai jual beli mobil, walaupun mobilnya mobil boks yang sudah tua,” tutur Andi sembari tertawa lebar.
Hampir Bangkrut. Berawal dari ketidaksengajaan itulah, Andi mulai berpikir untuk beralih usaha ke jual beli mobil. “Waktu itu lumayan juga keuntungannya, lebih besar daripada jualan makanan ringan,” aku Andi sambil tersenyum. Menekuni bisnis jual beli mobil sembari berjualan makanan ringan bermerek Cap Panda dan Dua Udang itu terjadi pada tahun 1984. Dua tahun kemudian, Andi pun memutuskan untuk beralih total ke bisnis jual beli mobil dan meninggalkan bisnis makanan ringan warisan kedua orang tuanya. Awalnya, Andi hanya menjual sekitar 5 atau 6 unit mobil bekas saja. “Itu pun mobil tua seperti Mitsubishi Colt, Jeep, dan teman-temannya,” aku Andi. Ia mengambil nama jalan tempat showroom sederhana miliknya sebagai nama usahanya tersebut, yakni Cipaganti Motor.
Saat memutuskan untuk beralih usaha ke jual beli mobil bekas, Andi memang mengaku bahwa telah diberikan petunjuk dari Tuhan meski tidak secara gamblang petunjuk tersebut dapat terlihat. Petunjuk itu diakuinya dalam bentuk peluang yang harus segera diambil agar mampu meraup untung dan kesuksesan. Baginya, peluang itulah yang merupakan jalan petunjuk Tuhan. Terbukti, ketika Andi kembali berada di titik nadir pada tahun 1991, dimana muncul sebuah kebijakan pemerintah yang menimbulkan suku bunga menjadi tinggi. Akibatnya, harga mobil bekas menjadi lebih cepat turun. Alhasil, showroom-nya hampir tak pernah dikunjungi oleh konsumen. Bahkan tingkat penjualan pun semakin turun drastis. Pada saat itulah, Andi merasakan ada bimbingan Tuhan dalam dirinya yang membuat ia melihat peluang untuk menyewakan puluhan unit mobil yang dimilikinya. Bahkan beberapa bangunan showroom-nya yang belum selesai didirikan, justru diubah menjadi bangunan hotel yang kala itu dianggapnya memiliki peluang bisnis yang cukup baik. Alhasil, Andi pun terjun di dunia bisnis perhotelan.
Kesuksesannya kemudian berlanjut pada tahun 1994, ketika Andi kemudian bekerjasama dengan salah satu rekannya untuk mendirikan perumahan. “Perumahan sederhana yang harganya terjangkau,” ujar Andi singkat. Berkat pertolongan Tuhan pula, perumahan tahap pertama di daerah Ciwastra, Bandung tersebut pun meraup untung dan sukses. Alhasil, ia kembali mendirikan perumahan serupa di sekitar daerah Buah Batu, Bandung. Sejak saat itu, Andi secara resmi mendirikan perusahaan bernama PT Cipaganti Citra Graha. Tak puas dengan bisnis rental mobilnya, Andi kembali melihat peluang dengan menyewakan alat-alat berat bagi perusahaan-perusahaan besar di Bandung.
Krisis dan Kerusuhan. Cobaan kembali mendera kehidupan Andi tatkala krisis moneter melanda tanah air. Bisnis Andi hampir bangkrut karena krisis ekonomi yang berkepanjangan. Puluhan unit mobil yang dimilikinya menyusut sekitar 30-40 %. Hal itu berakibat dengan kondisi perusahaan yang masih labil. Tak pelak, beberapa cabang miliknya harus ditutup dan puluhan karyawannya terpaksa dirumahkan. Kala itu, Andi merasakan cobaan yang cukup dahsyat. Ia merasa seakan-akan dunia ini mulai runtuh karena kehidupannya tergoncang hebat gara-gara krisis ekonomi yang berkepanjangan. Terlebih lagi pada waktu krisis itu timbul sentimen negatif terhadap kaum Tionghoa. Andi pun merasakan ketakutan yang sangat besar. Tak berbeda jauh dengan kondisi kerusuhan di Jakarta pada tahun 1998, di Bandung suasana juga cukup mencekam. “Sangat mencekam saat saya melewati jalan tol di Bandung, semua lampu dimatikan,” ujarnya sembari mengenang.
Banyaknya aksi penolakan dan penghancuran terhadap bisnis-bisnis orang Tionghoa memang sempat menimbulkan rasa takut bagi kaum Tionghoa di Indonesia. Akibatnya, banyak WNI keturunan Tionghoa yang mengungsi ke luar negeri untuk menghindari kondisi dalam negeri yang tidak kondusif. Berbeda halnya dengan Andi, ia justru merasa sebagai orang Indonesia dan berusaha bertahan di kota kembang, Bandung. Ia juga menunjukkan kepada masyarakat sekitar bahwa dirinya adalah warga Indonesia, sama seperti masyarakat pada umumnya. “Saya lahir, hidup, dan menjalankan usaha di Indonesia,” ujarnya tegas. Sehingga kejadian penghancuran terhadap usahanya tidak terjadi. Namun usahanya justru hancur karena naiknya harga semua produk termasuk barang sparepart mobil yang berakibat buruk bagi usahanya. Di saat itu pulalah, pertolongan Tuhan kembali menyentuh kehidupan Andi. Ia lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dengan memanjatkan doa dan kerap berkunjung ke gereja.
Selang setahun setelah terjadinya kerusuhan, Andi kembali membangun puing-puing kehancuran bisnisnya sembari berharap bisnisnya menjadi lebih berkembang di kemudian hari. Doanya pun segera terkabul. “Krisis membuat kita kebal dan kuat untuk berkreativitas dalam menghadapi ketidakpastian,” tutur Andi. Berkat tangan dinginnya dan disertai dengan pertolongan Tuhan, kini bisnisnya berkembang pesat. Cipaganti saat ini memiliki empat divisi yakni transportasi, alat berat, perumahan, dan pertambangan batubara, serta 40 cabang yang tersebar di pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
Meski telah sukses dengan bisnisnya, Andi tak pernah melupakan perannya sebagai seorang suami dari Julianda Setiawan (38) dan ayah dari dua anaknya, Grace (11) dan Winston (6). Dalam hal mendidik anak, Andi lebih banyak meniru didikan kedua orang tua kepada dirinya, yakni dengan memberikan kebebasan. “Saya lebih membebaskan kedua anak saya untuk berkreativitas,” ujar Andi. Ia berharap bisnisnya kelak dapat diteruskan oleh kedua anaknya. “Tapi saya lebih memilih untuk menyerahkan bisnis ini ke tangan profesional,” ujar Andi dengan suara yang lantang. Fajar
Side Bar 1...
Berusaha Selalu Ikhlas dalam Menghadapi Cobaan
Segala macam tantangan dalam hidup, dianggap Andi sebagai rentetan cobaan. Kendati begitu, ia meyakini bahwa akan selalu ada solusi terhadap setiap cobaan yang menghadang. Tak hanya itu saja, Andi juga percaya bahwa ada tangan-tangan Tuhan yang akan selalu ikut campur dalam jejak langkah hidupnya. Tidak terkecuali dalam perjalanan bisnisnya. Menurut Andi, bisnisnya berjalan dan mampu merengkuh kesuksesan karena ada pertolongan Tuhan. “Saya yakin pertolongan Tuhan itu memang betul ada,” ungkap Andi dengan tegas. “Saya berusaha selalu ikhlas dalam menjalani hidup dan bisnis,” lanjutnya.
Dalam setiap tantangan atau pun cobaan, Andi percaya bahwa akan timbul sebuah peluang baru yang memberikan kesempatan untuk berkembang. “Saya sih jalani apa yang telah diberikan Tuhan,” ujar pria yang memiliki hobi membaca ini. Setiap ada masalah, solusi pastilah ada asalkan setiap manusia itu berusaha untuk menemukan solusi tersebut. Dengan begitu, masalah atau cobaan akan dapat terselesaikan dengan baik. Selain itu, ia juga tak pernah menyesali dengan keadaan dan kesulitan yang hinggap dalam hidupnya. Baginya, semua kesulitan itu dijadikan sebagai motivasi agar mampu berkembang di masa mendatang.
Cobaan yang hinggap pada krisis moneter sehingga menggerogoti bisnisnya sampai Andi berada di titik nadir, dijadikannya sebagai pemicu awal yang membuat ia berkembang dengan pesat. Bahkan di saat Andi masih kanak-kanak dan harus membantu usaha orang tua pun dianggapnya sebagai cobaan. “Kesulitan apa pun yang terjadi dalam hidup saya adalah cobaan,” ujar Andi. Pada saat itulah, tiba waktunya bagi Andi untuk mengadu kepada Sang Pencipta. Hal yang sama juga dilakukan oleh kedua orang tuanya saat jatuh dalam membangun bisnis keluarga. “Makanya saya kagum dengan kedua orang tua saya,” aku Andi. Namun, menurutnya, setiap tahap dalam hidupnya merupakan ujian yang selalu meningkat kadarnya ketika ia merangsek naik dan mencapai kesuksesan.
Kita semua tuh punya road map masing-masing,” ujar Andi sembari berfilosofi. “Tinggal bagaimana kita menjalaninya saja,” lanjutnya singkat. Mampu merintis usaha sedari awal dan menghadapi berbagai macam cobaan sehingga meraih kesuksesan sudah dianggapnya sebagai sebuah mukjizat yang diberikan Tuhan kepada dirinya. “Cobaan itu adalah bagian dari hidup,” ujar Andi sambil menutup pembicaraan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar